Langsung ke konten utama

Postingan

Kontemplasi

Hidup terus berjalan detik demi detik hingga tak terasa tahun berganti tahun. Semakin berumur semakin banyak hal yang aku jumpai dan rasakan. Terlalu sulit untuk dijabarkan olehku yang sulit bercerita. Banyak ketakutan-ketakutan yang membayangiku ketika aku ingin bercerita mengungkapkan segala hal yang aku rasa. Masih ingat saat aku menulis esai untuk mendaftar menjadi Pengajar Muda. Aku mengutip perkataan dari Nicolas Saputra dalam sebuah potongan film yang dia perankan. Kurang lebih begini bunyinya,"Di usia 27, kamu akan membuat keputusan besar dalam hidupmu yang akan membuka atau menutup jalan hidupmu". Kini, di penempatan hal tersebut memukulku begitu telak. Aku merasakan gonjang-ganjing perasaan yang tak menentu yang menuntunku untuk mulai berkontemplasi. Di usia 7 bulan perjalanan menjadi seorang Pengajar Muda sudah begitu banyak kesempatan yang aku lewatkan. Namun di sisi lain banyak pula hal yang menuntunku menemukan jalan mendapatkan kembali hidupku dan jiwaku. Meski...
Postingan terbaru

Terlalu Jauh

Sulit sekali rasanya mendeskripsikan apa yang sedang aku rasakan. Kecenderungan untuk terus merasa sensitif, mudah marah, murung berhari-hari, sulit berkomunikasi, senang menyendiri, dan kesulitan untuk tidur. Perasaan yang semakin hari semakin menguasai diri. Sulit menghindar apalagi meninggalkan. Di mana letak kesalahan diri ini? Mencoba menelusuri setiap persimpangan. Mencoba segala hal dari kebaikan hingga keburukan. Nyatanya sulit sekali untuk menemukan jawaban. Seolah diri ini dibuat bingung dengan keadaan. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang salah dalam diri ini? Sudah cukup lelah diri ini untuk terus mencari. Keputusasaan seolah telah menanti, melambai, dan mulai menghampiri. Pagi ini, tanpa sengaja terlintas dalam pikiranku untuk menonton podcast Ust. Felix Siauw dengan Remond Chin. Podcast yang membahas mulai dari pentingnya nalar berpikir dalam beragama, jodoh, hingga membahas persoalan pemimpin. Menelusuri detik demi detik dan cukup banyak hal baru yang diri ini peroleh. ...

Terima Kasih Sayangku

Sore menjelang maghrib dalam suasana gelap karena listrik sedang padam aku kembali menatap layar laptopku. Entah tulisan yang ke berapa untuk hari ini. Sepertinya tulisanku yang ketiga dalam satu hari ini. Cukup banyak juga ternyata. Aneh sekali rasanya. Begitu cepat aku luluh dan terpana akan kebaikannya. Dia yang membelikan aku power bank yang sore tadi aku ambil dari tempat jasa titip barang. Menjadikanku mabuk kepayang. Rasanya aku semakin jatuh suka dan sayang kepadanya. Harus seperti apa aku merelakannya? Di saat hati ini sudah terpaut dan separuh aku bersamanya. Sungguh, semoga ini adalah satu pertanda bahwa dia juga menaruh rasa yang sama. Meskipun tidak sebesar yang aku punya namun setidaknya dia memiliki rasa yang sama. Terima kasih untuk hadiahnya. Akan aku jaga sebaik-baiknya. Akan aku bagikan juga stiker lucu bonus dari power bank yang kamu berikan ke aku. Terima kasih, Sayang. Maybrat, 17 Januari 2025

I Felt Better When I Have Done Write Down My Feelings

I felt better when I have done write down my feelings. Ungkapan itu tidak berlebihan rasanya. Ungkapan yang entah muncul dari mana. Ungkapan yang betul-betul menggambarkan perasaanku saat ini. Hidupku terlalu lelah untuk aku ceritakan melalui kata-kata. Hanya melalui frasa aku dapat bercerita karena rasanya tidak ada yang benar-benar memahami apa yang aku rasa. Tidak ada pula yang dapat aku percaya. Bercerita bukan perkara mudah bagiku yang sejak kecil terbiasa memendam segalanya. Bersyukurnya aku Tuhan telah menciptakan tulisan. Memberikan aku kemampuan membaca dan mengeja serta menulis untuk menumpahkan segala rasa. Oh, sungguh hanya ini yang bisa aku lakukan. Namun kenapa aku baru menyadarinya sekarang? Mungkin ini memang waktu yang tepat untukku yang diberikan Tuhan kepadaku untuk menyadari semuanya. Tentang segala rasa yang tersimpan harus aku tuangkan dalam tulisan. Aku belum memahami korelasi antara pengalaman masa laluku dengan kondisiku saat ini. Dulu aku begitu menggebu...

Terima Kasih Tuhan

Sulit rasanya untuk menjelaskan semuanya. Tentang segala hal yang tengah aku rasakan. Duniaku berubah dengan sekejap mata. Direnggut dan dilemparkannya diriku ke sebuah tempat asing. Sebuah daerah atau kawasan baru yang disebut Kabupaten A3. Tak pernah terbesit dalam benakku akan sejauh ini perbedaan yang aku hadapi. Mulai dari mayoritas dalam hal kepercayaan menjadi minoritas. Berlanjut perihal makanan yang terbiasa penuh dengan rasa saat lidah mengecap berubah hanya sekadar micin yang dirasa. Soal akses mobilisasi yang mana semuanya terasa jauh dan melelahkan. Bahkan di sini aku baru merasa kegiatan mandi adalah hal yang teramat istimewa. Bukan aku yang mengintervensi namun akulah yang diintervensi. 'Memerdekakan' diri dari belenggu keserbabaruan ini saja aku belum sepenuhnya sanggup. Bagaimana mungkin aku dapat memberikan pengaruhku kepada kondisi masyarakat di sini? Masih terlalu jauh panggang dari pada api. Seringnya aku jadi melamun sendiri. Membandingkan kondisiku dengan...

Rindu

Di tengah gempuran suara jangkrik yang beralun. Dengan segelas extra joss susu yang sudah tandas. Berteman dingin yang menyelimuti. Perasaan itu muncul, menyapa kembali, menunjukkan diri lagi. Sulit untuk bisa menghindar dari tikamannya yang perih. Aku mengenalnya tanpa sengaja. Berawal dari sebuah candaan di awal perjumpaan kami. Saat itu kami belum pernah mengenal satu sama lain. Belum pernah berjumpa fisik barang sekali. Belum pula pernah bertukar sapa dan cerita melalui gawai. Menjadi aneh rasanya ketika justru saat ini dia lah penyebab perasaan ini muncul dan menghantui. Semuanya serba cepat dan seperti tanpa rencana. Aku mengirimkan surat kaleng kepadanya dengan sebatang coklat yang tak seberapa harganya. Sejak saat itu hubungan kami menjadi istimewa. Setidaknya itu yang aku rasakan. Bagaimana dengan dia? Semoga dia juga mempunyai rasa yang sama, utuh dan bulat seperti yang aku rasakan. Namanya Indah, tentu saja seindah orangnya. Dia lebih muda dariku 4 tahun. Entah sihir apa yan...

Bahkan Pendosa Masih Memiliki Tuhan

Jemariku kembali menari. Di situasi di mana aku merasa aku sedang tidak baik-baik saja. Setelah aku memutuskan untuk mengakhiri petualanganku di kota Medan pada bulan Februari masih di tahun 2024 ini aku mencoba fokus untuk mengikuti seleksi Pengajar Muda, Indonesia Mengajar. Bukan hal mudah untuk melalui seleksi ini. Naik turun perasaan dan suasana hati membuat aku kadang bersemangat terkadang pula hampir berputus asa.  Bukan tanpa alasan, perasaan hampir menyerah ini salah satunya disebabkan keburukan yang sudah menahun dari diriku masih terus kembali. Sekeras apapun aku berusaha menghilangkannya pasti dan pasti keburukan itu selalu kembali. Menghantui hati dan akal yang membuat aku merasa hampir gila. Berkali-kali aku bertanya pada diri sendiri sampai kapan aku akan seperti ini? Menutup potensi yang ada pada diri sendiri dengan kesalahan yang seharusnya bisa aku kendalikan.Tuhan hanya dua kata yang mampu aku ucapkan, ampuni aku. Semua bermula ketika pembukaan rekrutmen Pengajar ...