Langsung ke konten utama

Kontemplasi

Hidup terus berjalan detik demi detik hingga tak terasa tahun berganti tahun. Semakin berumur semakin banyak hal yang aku jumpai dan rasakan. Terlalu sulit untuk dijabarkan olehku yang sulit bercerita. Banyak ketakutan-ketakutan yang membayangiku ketika aku ingin bercerita mengungkapkan segala hal yang aku rasa.

Masih ingat saat aku menulis esai untuk mendaftar menjadi Pengajar Muda. Aku mengutip perkataan dari Nicolas Saputra dalam sebuah potongan film yang dia perankan. Kurang lebih begini bunyinya,"Di usia 27, kamu akan membuat keputusan besar dalam hidupmu yang akan membuka atau menutup jalan hidupmu". Kini, di penempatan hal tersebut memukulku begitu telak. Aku merasakan gonjang-ganjing perasaan yang tak menentu yang menuntunku untuk mulai berkontemplasi.

Di usia 7 bulan perjalanan menjadi seorang Pengajar Muda sudah begitu banyak kesempatan yang aku lewatkan. Namun di sisi lain banyak pula hal yang menuntunku menemukan jalan mendapatkan kembali hidupku dan jiwaku. Meskipun baru setitik lubang di tengah hamparan kertas putih yang belum tersentuh. Dengan setitik lubang yang telah terbuat ini aku berharap untuk dapat membuat lagi titik-titik lain yang pelan-pelan membuka tabir besar kehidupanku.

Hal besar yang aku dapatkan dari proses kontemplasi yang telah aku lakukan adalah aku mulai menyadari penuh bahwa aku merasakan insecurity. Ketidakamanan diri. Aku merasa tidak aman dan nyaman dengan diri sendiri. Terdengar konyol bukan? Tetapi itu yang aku rasakan dan benar-benar aku maknai untuk aku coba mencari jawabannya.

Dalam sebuah video Fahruddin Faiz beliau menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan rendah diri/insecurity. Beberapa poin yang tertinggal dan membekas dalam benakku adalah soal penerimaan diri serta perbedaan antara kesenangan dan kebahagiaan. Di situ aku menyadari bahwa aku masih belum sepenuhnya menerima diri sendiri. Mulai dari bentuk fisik yang gemuk, mengalami masalah kebotakan, berkacamata, tampang yang pas-pasan sampai pada soal kondisi ekonomi.

Kondisi-kondisi itu membuatku dengan sadar atau tanpa sadar membentuk persepsi diri yang rendah diri. Merasa diri ini tidak cukup menarik untuk mendapatkan perhatian seperti orang lain. Tidak cukup berkecukupan untuk memenuhi gaya hidup seperti orang lain. Sehingga membuatku merasa berbeda dari orang-orang pada umumnya. Persepsi itulah yang menjebakku dalam standar orang lain. Akhirnya aku selalu mencoba mengejar apa yang orang lain peroleh dan punyai.

Kesalahan besarku karena akhirnya aku tidak berfokus pada diriku sendiri. Mencari tahu dengan benar potensi-potensi yang ada pada diriku. Hingga sampai di titik aku merasa aku tidak mempunyai kelebihan apa pun dibandingkan orang lain. Dan lagi-lagi akhirnya membebaniku karena merasa aku tidak seperti orang lain karena belum mampu menemukan potensi diri seperti mereka. Lingkaran setan yang luar biasa menghancurkanku secara perlahan.

Kegagalanku dalam menemukan jawaban atas keresahan diriku sendiri aku alihkan dengan banyak menunda pekerjaan, merokok, selalu sensitif terhadap orang lain, menyalahkan orang lain meskipun hanya di dalam hati, merasa orang lain tidak pernah mengerti aku, dan banyak objek lain yang menjadi kambing hitamku. Aku tergerus secara perlahan menjadi sosok yang menyebalkan dan terkesan sulit untuk diajak kerjasama.

Aku akan benar-benar menemukan jawaban dan menghayati dengan sepenuh hati serta memaknai kondisiku. Aku akan menemukan kembali hidupku dan jiwaku yang telah layu. Aku akan memperoleh ketenangan dan kebahagiaanku. Aku penuhi hari-hariku saat ini dengan terus berdoa kepada Tuhanku untuk menuntunku ke jalan yang akan mengarahkanku menemukan jawabanku.

Ya Allah ya Tuhanku. Teruslah di sisiku dan tuntunlah aku menemukan makna hidupku dari jalan cerita yang telah Engkau buat. Jadikan aku dapat menerima segala hal yang telah, sedang, dan akan terjadi pada diriku. Tumbuh suburkan rasa syukurku dan buatlah aku berfokus pada apa yang aku miliki bukan orang lain. Ya Tuhanku, jika bukan kepada-Mu aku berdoa dan memohon, ke mana lagi aku akan mengeluh? Segala puji bagi-Mu ya Allah, Yang Maha Baik atas setiap hamba-hamba-Nya yang telah Kau ciptakan dengan unik.

Oh Tuhanku, aku mengadukan segalanya pada-Mu atas pahit manis hidup yang aku jalani. Maka karuniakanlah aku ilmu dan pemahaman dari sisi-Mu untuk lebih mudah bagiku memaknai kehidupanku. Ya Tuhanku bukakanlah pintu ilmu-Mu sehingga aku bisa memiliki pola pikir yang baru. Mendapatkan jawaban-jawaban atas pertanyaanku dan aku bisa mati dalam keadaan aku telah memaknai sepenuhnya hidupku. Hingga nantinya tidak akan ada rasa penyesalan dalam hidupku sebelum Kau cabut nyawaku.

Segala puji bagi-Mu ya Allah. Maka izinkanlah aku untuk dapat melanjutkan studiku ke jenjang S-2 sebagai jalan bagiku memperoleh ilmu-Mu dan membentuk pola pikir baru bagiku. Izinkanlah ya Allah untukku mendapatkan beasiswa atas kehendak-Mu, beasiswa pemerintah Rumania meskipun tidak harus beasiswa itu. Oh, Allah, aku serahkan tulisan ini kepada-Mu meskipun Kau telah tahu apa yang akan aku tuliskan sebelum aku menuliskan. Kabulkanlah segala doa dan pengharapanku, Ya Allah, Tuhan seluruh umat manusia. Aamiin.

Maybrat, 24 April 2025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu

Di tengah gempuran suara jangkrik yang beralun. Dengan segelas extra joss susu yang sudah tandas. Berteman dingin yang menyelimuti. Perasaan itu muncul, menyapa kembali, menunjukkan diri lagi. Sulit untuk bisa menghindar dari tikamannya yang perih. Aku mengenalnya tanpa sengaja. Berawal dari sebuah candaan di awal perjumpaan kami. Saat itu kami belum pernah mengenal satu sama lain. Belum pernah berjumpa fisik barang sekali. Belum pula pernah bertukar sapa dan cerita melalui gawai. Menjadi aneh rasanya ketika justru saat ini dia lah penyebab perasaan ini muncul dan menghantui. Semuanya serba cepat dan seperti tanpa rencana. Aku mengirimkan surat kaleng kepadanya dengan sebatang coklat yang tak seberapa harganya. Sejak saat itu hubungan kami menjadi istimewa. Setidaknya itu yang aku rasakan. Bagaimana dengan dia? Semoga dia juga mempunyai rasa yang sama, utuh dan bulat seperti yang aku rasakan. Namanya Indah, tentu saja seindah orangnya. Dia lebih muda dariku 4 tahun. Entah sihir apa yan...

Terlalu Jauh

Sulit sekali rasanya mendeskripsikan apa yang sedang aku rasakan. Kecenderungan untuk terus merasa sensitif, mudah marah, murung berhari-hari, sulit berkomunikasi, senang menyendiri, dan kesulitan untuk tidur. Perasaan yang semakin hari semakin menguasai diri. Sulit menghindar apalagi meninggalkan. Di mana letak kesalahan diri ini? Mencoba menelusuri setiap persimpangan. Mencoba segala hal dari kebaikan hingga keburukan. Nyatanya sulit sekali untuk menemukan jawaban. Seolah diri ini dibuat bingung dengan keadaan. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang salah dalam diri ini? Sudah cukup lelah diri ini untuk terus mencari. Keputusasaan seolah telah menanti, melambai, dan mulai menghampiri. Pagi ini, tanpa sengaja terlintas dalam pikiranku untuk menonton podcast Ust. Felix Siauw dengan Remond Chin. Podcast yang membahas mulai dari pentingnya nalar berpikir dalam beragama, jodoh, hingga membahas persoalan pemimpin. Menelusuri detik demi detik dan cukup banyak hal baru yang diri ini peroleh. ...

I Felt Better When I Have Done Write Down My Feelings

I felt better when I have done write down my feelings. Ungkapan itu tidak berlebihan rasanya. Ungkapan yang entah muncul dari mana. Ungkapan yang betul-betul menggambarkan perasaanku saat ini. Hidupku terlalu lelah untuk aku ceritakan melalui kata-kata. Hanya melalui frasa aku dapat bercerita karena rasanya tidak ada yang benar-benar memahami apa yang aku rasa. Tidak ada pula yang dapat aku percaya. Bercerita bukan perkara mudah bagiku yang sejak kecil terbiasa memendam segalanya. Bersyukurnya aku Tuhan telah menciptakan tulisan. Memberikan aku kemampuan membaca dan mengeja serta menulis untuk menumpahkan segala rasa. Oh, sungguh hanya ini yang bisa aku lakukan. Namun kenapa aku baru menyadarinya sekarang? Mungkin ini memang waktu yang tepat untukku yang diberikan Tuhan kepadaku untuk menyadari semuanya. Tentang segala rasa yang tersimpan harus aku tuangkan dalam tulisan. Aku belum memahami korelasi antara pengalaman masa laluku dengan kondisiku saat ini. Dulu aku begitu menggebu...