Langsung ke konten utama

I Felt Better When I Have Done Write Down My Feelings

I felt better when I have done write down my feelings. Ungkapan itu tidak berlebihan rasanya. Ungkapan yang entah muncul dari mana. Ungkapan yang betul-betul menggambarkan perasaanku saat ini.

Hidupku terlalu lelah untuk aku ceritakan melalui kata-kata. Hanya melalui frasa aku dapat bercerita karena rasanya tidak ada yang benar-benar memahami apa yang aku rasa. Tidak ada pula yang dapat aku percaya. Bercerita bukan perkara mudah bagiku yang sejak kecil terbiasa memendam segalanya.

Bersyukurnya aku Tuhan telah menciptakan tulisan. Memberikan aku kemampuan membaca dan mengeja serta menulis untuk menumpahkan segala rasa. Oh, sungguh hanya ini yang bisa aku lakukan. Namun kenapa aku baru menyadarinya sekarang? Mungkin ini memang waktu yang tepat untukku yang diberikan Tuhan kepadaku untuk menyadari semuanya. Tentang segala rasa yang tersimpan harus aku tuangkan dalam tulisan.

Aku belum memahami korelasi antara pengalaman masa laluku dengan kondisiku saat ini. Dulu aku begitu menggebu dalam mengejar sesuatu. Hari ini aku lebih realistis dalam menyikapi semuanya. Apakah aku sudah menyerah dengan kehidupan ini?

Aku malas. Aku sensitif. Aku sering menyendiri. Aku murung. Aku jarang tersenyum. Aku sedikit tertawa. Aku sulit bercerita. Aku merasa tidak ada yang memahamiku. Aku hanya dengan diriku sendiri. Tidak ada yang benar-benar peduli.

Lelah dengan semua ini. Lelah dengan keadaan ini. Hidup menuntutku terus berjuang dan berjuang. Namun ganjaran rasanya tak pernah setimpal. Aku merasa masih sama saja. Ekonomi keluarga tidak terlalu membaik. Aku masih belum tahu tujuanku. Mengetahui apa keahlianku dan kemampuanku. Mengetahui hal yang betul-betul membuat aku senang menjalaninya.

Aku sering merasa stress. Membuat aku tua lebih cepat. Kebiasaan buruk rokokku yang tak ada putusnya. Kenapa semua ini ada pada diriku? Ah, kenapa mendadak kelegaan menghampiriku? Apakah selama ini aku tidak jujur kepada diriku sendiri? Bisa jadi. Sepertinya aku merasa aku masih baik-baik saja. Merasa aku adalah pemeran utama. Merasa bahwa akulah segalanya.

Ternyata semua itu sepertinya salah. Bahwa aku bukanlah siapa-siapa. Aku hanya hamba penuh dosa yang mencoba untuk bertahan hidup. Karena hidup yang telah diberikan haruslah diperjuangkan. Menghargai kehidupan dari Tuhan.

Aku yakin Tuhan menciptakanku karena satu alasan. Tuhan menurunkanku di dunia bukanlah hal yang sia-sia. Pasti ada kebaikan yang akan aku sebarkan. Pasti Tuhan juga memberikan kemudahan. Meskipun tetap saja harus melalui kesulitan. Satu hal yang pasti, aku perlahan menyerahkan kembali hidupku kepada Tuhan.

Perlahan aku menyerah dengan semua ini. Aku kembalikan hidupku kepada Tuhan. Meskipun aku takut akan kehidupan yang susah di dunia tetapi perlahan aku akan menyerahkan segalanya. Segala ketetapan yang dibuat-Nya. Dikarenakan yang sejati hanyalah Dia dan dunia ini ada juga atas izin-Nya.

 

Maybrat, 17 Januari 2025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu

Di tengah gempuran suara jangkrik yang beralun. Dengan segelas extra joss susu yang sudah tandas. Berteman dingin yang menyelimuti. Perasaan itu muncul, menyapa kembali, menunjukkan diri lagi. Sulit untuk bisa menghindar dari tikamannya yang perih. Aku mengenalnya tanpa sengaja. Berawal dari sebuah candaan di awal perjumpaan kami. Saat itu kami belum pernah mengenal satu sama lain. Belum pernah berjumpa fisik barang sekali. Belum pula pernah bertukar sapa dan cerita melalui gawai. Menjadi aneh rasanya ketika justru saat ini dia lah penyebab perasaan ini muncul dan menghantui. Semuanya serba cepat dan seperti tanpa rencana. Aku mengirimkan surat kaleng kepadanya dengan sebatang coklat yang tak seberapa harganya. Sejak saat itu hubungan kami menjadi istimewa. Setidaknya itu yang aku rasakan. Bagaimana dengan dia? Semoga dia juga mempunyai rasa yang sama, utuh dan bulat seperti yang aku rasakan. Namanya Indah, tentu saja seindah orangnya. Dia lebih muda dariku 4 tahun. Entah sihir apa yan...

Terlalu Jauh

Sulit sekali rasanya mendeskripsikan apa yang sedang aku rasakan. Kecenderungan untuk terus merasa sensitif, mudah marah, murung berhari-hari, sulit berkomunikasi, senang menyendiri, dan kesulitan untuk tidur. Perasaan yang semakin hari semakin menguasai diri. Sulit menghindar apalagi meninggalkan. Di mana letak kesalahan diri ini? Mencoba menelusuri setiap persimpangan. Mencoba segala hal dari kebaikan hingga keburukan. Nyatanya sulit sekali untuk menemukan jawaban. Seolah diri ini dibuat bingung dengan keadaan. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang salah dalam diri ini? Sudah cukup lelah diri ini untuk terus mencari. Keputusasaan seolah telah menanti, melambai, dan mulai menghampiri. Pagi ini, tanpa sengaja terlintas dalam pikiranku untuk menonton podcast Ust. Felix Siauw dengan Remond Chin. Podcast yang membahas mulai dari pentingnya nalar berpikir dalam beragama, jodoh, hingga membahas persoalan pemimpin. Menelusuri detik demi detik dan cukup banyak hal baru yang diri ini peroleh. ...