Di tengah gempuran suara jangkrik yang beralun. Dengan segelas extra joss susu yang sudah tandas. Berteman dingin yang menyelimuti. Perasaan itu muncul, menyapa kembali, menunjukkan diri lagi. Sulit untuk bisa menghindar dari tikamannya yang perih.
Aku mengenalnya tanpa sengaja. Berawal dari sebuah candaan di awal perjumpaan kami. Saat itu kami belum pernah mengenal satu sama lain. Belum pernah berjumpa fisik barang sekali. Belum pula pernah bertukar sapa dan cerita melalui gawai.
Menjadi aneh rasanya ketika justru saat ini dia lah penyebab perasaan ini muncul dan menghantui. Semuanya serba cepat dan seperti tanpa rencana. Aku mengirimkan surat kaleng kepadanya dengan sebatang coklat yang tak seberapa harganya. Sejak saat itu hubungan kami menjadi istimewa. Setidaknya itu yang aku rasakan. Bagaimana dengan dia? Semoga dia juga mempunyai rasa yang sama, utuh dan bulat seperti yang aku rasakan.
Namanya Indah, tentu saja seindah orangnya. Dia lebih muda dariku 4 tahun. Entah sihir apa yang dipunyainya yang mendorong aku untuk terus melangkah. Di setiap pagi saat kami berolahraga bersama mataku selalu sibuk mencari keberadaannya. Apakah dia istirahat dengan cukup? Apa yang dia mimpikan dalam tidurnya? Bagaimana perasaannya pagi itu? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang hanya berputar di kepalaku yang tentunya tak berani aku tanyakan. Diriku terlalu pengecut bahkan ketika aku mengungkapkan perasaanku pun aku lakukan dengan cara seorang pecundang.
Hari demi hari berlalu. Kami menghadapi sebuah pelatihan yang padat dan menguras fisik serta mental kami. Dalam suasana melelahkan itu tetap saja dia yang selalu mencuri perhatianku. Dalam diam aku memperhatikannya. Tak pernah sekali pun aku mencoba mendekatinya. Aku selalu menjaga jarak aman untuk tidak banyak berinteraksi dengannya. Aku sadar, kehadiranku mungkin tak diharapkannya yang dapat berakibat dia merasa risih nantinya.
Namun entah mengapa kebetulan-kebetulan aneh selalu menyertaiku. Dimulai dari terpilihnya aku dan dia menjadi 'buddy system'. Itu jelas-jelas bukan hal yang disengaja karena sistem pemilihannya menggunakan undian. Kemudian saat kegiatan 'live in' berlangsung aku baru menyadari desaku dan desanya hanya berbeda RT saja. Cukup berjalan 5 menit dari tempat masing-masing sebelum akhirnya kami bertemu di lapangan voli. Bermain bola voli bersama dengan teman-teman yang lain meskipun fokus dan pikiranku hanya untuk melihat sosoknya.
Kebetulan itu berlanjut di malam pengumuman penempatan pengabdian kami. Aku masih ingat jelas dia duduk disampingku mengenakan jaket berwarna putih. Di tengah dinginnya Cilengkrang dan heningnya suasana karena memang diatur sesakral mungkin justru perasaanku yang ramai dan penuh sesak. Perasaan gugup, canggung, malu, dan bingung menyergapku secara bersamaan. Aku juga masih ingat tingkah konyolku yang melempar gumpalan daun kering hanya untuk mencuri perhatiannya.
Kami sedikit berbincang di momen itu. Menebak di mana kami akan ditempatkan untuk melaksanakan tugas pengabdian. Dia yang sedari awal sudah mempunyai target tujuan tanpa ragu menyampaikannya kepadaku. Aku yang saat itu hanya ikut-ikut saja mau ditempatkan di mana saja dalam hati berharap dapat satu penempatan dengannya. Meskipun peluangnya teramat kecil dan emang benar, pada akhirnya kami terpisahkan jarak 4000 Km lebih. Dia bertugas di ujung barat Indonesia dan aku terbuang di ujung timur Indonesia.
Terhitung sudah 4 bulan berlalu semenjak kami berpisah di bandara Soekarno-Hatta. Mirip dengan adegan film 'Ada Apa Dengan Cinta'. Bedanya tentu saja aku tidak setampan Nicholas Saputra. Meskipun dia hampir setara dengan pemeran utama wanita, Dian Sastrowardoyo. Perpisahan yang awalnya aku kira akan mudah namun lambat laun mulai menggerogotiku sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, dan sedepa demi sedepa. Akhirnya perasaan itu mulai menguasaiku.
Aku menjadi sering uring-uringan. Aku berubah menjadi pecemburu handal. Pikiranku selalu sulit aku kendalikan. Pikiran yang berlebihan. Aku masih sulit menghadapi fakta bahwa dia memang mempesona. Bukan berarti dia yang menebar jala, namun memang daya pikatnya sungguh luar biasa. Kalau kata Tulus dalam lagunya Jatuh Suka, "Punya magis perekat yang sekuat itu, dari lahir sudah begitu". Memang dari lahir sudah begitu, jadi mau bagaimana lagi?!
Maafkan aku, sayangku. Maaf karena aku bukanlah lelaki yang sempurna. Maaf karena seharusnya aku mengungkapkan perasaan sukaku dengan lebih terhormat. Maaf karena aku yang selalu kalah dengan perasaan rindu dan overthinking-ku. Maaf karena lebih sering aku yang uring-uringan dari pada kamu. Maaf karena aku belum mampu membuatmu bahagia bersamaku.
Aku menulis ini karena dorongan perasaanku yang membuatku sulit memejamkan mata. Aku berpikir akan lebih baik aku curahkan perasan yang aku rasakan dalam beberapa kata. Sungguh, ini bukanlah surat cinta. Ini adalah tulisan yang menggambarkan perasaanku. Kecemburuanku, kegelisahanku, dan ketakutanku akan kehilanganmu. Terima kasih sudah meluangkan sedikit waktumu untuk membaca tulisanku dan terima kasih karena telah mencintaiku. Thanks 4 Loving Me - Paul Partohap.
Maybrat, 10 Januari 2025
Thank youuu so much untuk tulisan manis ini🌟
BalasHapusSangat manis