Langsung ke konten utama

Hidup Untuk Orang Lain


Awan hitam kembali menyelimuti hati dan pikiranku ketika aku menyadari bahwa aku tidak hidup untuk diriku sendiri. Aku hidup untuk orang lain. Aku hidup untuk diterima orang lain bukan diterima oleh diriku sendiri. Menjadi diri yang tidak enak-an, selalu mengiyakan dan takut dipandang buruk orang lain. Lelah juga rasanya terus membohongi diri.

Pernah gak sih kalian merasa se-insecure itu sama diri sendiri? Mungkin ada yang pernah dan mungkin juga ada yang baik-baik saja melaluinya. Tapi entah mengapa aku selalu merasa insecure di setiap saat dan di setiap waktu. Aku selalu merasa bahwa aku ini berbeda dari orang lain. Aku selalu merasa bahwa orang-orang tidak mempedulikan aku. Aku selalu merasa bahwa orang-orang tidak benar-benar menganggap aku ada. Maka dari itu aku sering berusaha untuk menyenangkan orang lain. Mengiyakan setiap yang diminta. Memberikan setiap yang aku punya. Berkorban untuk orang lain secara berlebihan. Bodohnya, bahkan untuk diri sendiri hanya sedikit aku melakukannya.

Aku tidak pernah tau di mana letak kesalahannya. Mungkin memang sudah salah sejak pertama aku dilahirkan. Atau karena memang takdir yang salah eja dari Tuhan. Ingin aku mencaci diri ku sendiri. Karena aku lelah dengan semua ini. Kenapa aku tak pernah puas dengan diriku sendiri? Kenapa aku harus mendapatkan validasi dari orang lain? Ribuan kali aku bertanya pada diri ini dan beribu kali pula tak menemukan jawaban. Hanya perasaan sedih yang justru datang. Kesal berjuta kesal dengan kehidupan. Bajingan! 

Andaikan dulu aku tak begini, andaikan dulu aku tak begitu. Andaikan nasib aku seperti dia, andaikan tampang aku mirip dia. Andaikan aku dari keluarga kaya, andaikan aku dari keluarga terhormat. Andaikan aku punya teman, andaikan aku punya pacar. Andaikan aku tidak dilahirkan. Karena semua ini memuakkan. Hidup dibalik tawa semu. Hidup berselimut bahagia palsu. Kapan aku akan cukup dengan diriku sendiri? Kapan aku berhenti untuk membandingkan diriku dengan orang lain?

Aku tak mengerti, apakah memang benar ini penyebabnya. Atau mungkin diri ini hanya merasa telah menemukan persoalannya. Aku tak bisa ke mana-mana. Aku tak tau harus menuju ke mana. Ingin aku mengakhiri semua kehidupan yang aku gadaikan dari penilaian orang lain. Hidup yang aku jalani ini. Kehidupan yang tak aku miliki seutuhnya. Kehidupan yang sebagian besar diasuh oleh penilaian orang lain. Kehidupan yang menyengsarakan jiwa. Aku lemah oleh diriku. Tak mampu aku melawan. Aku lemah oleh diriku. Tak mampu aku menolak. Bajingan! Hidup berjalan seperti bajingan! Bajingan! Diriku ini bajingan! Bajingan yang tak mau belajar berhenti berharap penilaian orang. Hidup mu adalah hidup mu tolol! Jangan lemah! Karena sejatinya kamu bisa! Bodoh!

Di penghujung tulisan ini jujur aku tidak pernah tau apa yang sebenarnya aku rasakan. Selalu tak memiliki motivasi dalam hidup. Terlalu sulit untuk mendiskripsikan apa yang aku rasakan. Aku lelah. Atas kehidupanku yang telah aku gadaikan oleh penilaian orang lain. Tak pernah menjadi diri sendiri dan tak pernah puas dengan diri sendiri. Mungkin bukan hari ini, mungkin bukan bulan depan, mungkin tidak tau kapan. Tapi dengan tulisan ini sebagai bukti dan niat dalam hati suatu saat aku akan puas dengan diriku sendiri. Menjadi diriku sendiri yang terlepas dari penilaian orang lain! Menjadi manusia seutuhnya yang bahagia bahkan atas rasa kecewa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu

Di tengah gempuran suara jangkrik yang beralun. Dengan segelas extra joss susu yang sudah tandas. Berteman dingin yang menyelimuti. Perasaan itu muncul, menyapa kembali, menunjukkan diri lagi. Sulit untuk bisa menghindar dari tikamannya yang perih. Aku mengenalnya tanpa sengaja. Berawal dari sebuah candaan di awal perjumpaan kami. Saat itu kami belum pernah mengenal satu sama lain. Belum pernah berjumpa fisik barang sekali. Belum pula pernah bertukar sapa dan cerita melalui gawai. Menjadi aneh rasanya ketika justru saat ini dia lah penyebab perasaan ini muncul dan menghantui. Semuanya serba cepat dan seperti tanpa rencana. Aku mengirimkan surat kaleng kepadanya dengan sebatang coklat yang tak seberapa harganya. Sejak saat itu hubungan kami menjadi istimewa. Setidaknya itu yang aku rasakan. Bagaimana dengan dia? Semoga dia juga mempunyai rasa yang sama, utuh dan bulat seperti yang aku rasakan. Namanya Indah, tentu saja seindah orangnya. Dia lebih muda dariku 4 tahun. Entah sihir apa yan...

Terlalu Jauh

Sulit sekali rasanya mendeskripsikan apa yang sedang aku rasakan. Kecenderungan untuk terus merasa sensitif, mudah marah, murung berhari-hari, sulit berkomunikasi, senang menyendiri, dan kesulitan untuk tidur. Perasaan yang semakin hari semakin menguasai diri. Sulit menghindar apalagi meninggalkan. Di mana letak kesalahan diri ini? Mencoba menelusuri setiap persimpangan. Mencoba segala hal dari kebaikan hingga keburukan. Nyatanya sulit sekali untuk menemukan jawaban. Seolah diri ini dibuat bingung dengan keadaan. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang salah dalam diri ini? Sudah cukup lelah diri ini untuk terus mencari. Keputusasaan seolah telah menanti, melambai, dan mulai menghampiri. Pagi ini, tanpa sengaja terlintas dalam pikiranku untuk menonton podcast Ust. Felix Siauw dengan Remond Chin. Podcast yang membahas mulai dari pentingnya nalar berpikir dalam beragama, jodoh, hingga membahas persoalan pemimpin. Menelusuri detik demi detik dan cukup banyak hal baru yang diri ini peroleh. ...

I Felt Better When I Have Done Write Down My Feelings

I felt better when I have done write down my feelings. Ungkapan itu tidak berlebihan rasanya. Ungkapan yang entah muncul dari mana. Ungkapan yang betul-betul menggambarkan perasaanku saat ini. Hidupku terlalu lelah untuk aku ceritakan melalui kata-kata. Hanya melalui frasa aku dapat bercerita karena rasanya tidak ada yang benar-benar memahami apa yang aku rasa. Tidak ada pula yang dapat aku percaya. Bercerita bukan perkara mudah bagiku yang sejak kecil terbiasa memendam segalanya. Bersyukurnya aku Tuhan telah menciptakan tulisan. Memberikan aku kemampuan membaca dan mengeja serta menulis untuk menumpahkan segala rasa. Oh, sungguh hanya ini yang bisa aku lakukan. Namun kenapa aku baru menyadarinya sekarang? Mungkin ini memang waktu yang tepat untukku yang diberikan Tuhan kepadaku untuk menyadari semuanya. Tentang segala rasa yang tersimpan harus aku tuangkan dalam tulisan. Aku belum memahami korelasi antara pengalaman masa laluku dengan kondisiku saat ini. Dulu aku begitu menggebu...